لَقَادِرُونَ عَلَى أَنْ نُبَدِّلَ خَيْرًا مِنْهُمْ وَمَا نَحْنُ
بِمَسْبُوقِينَ [سورة المعارج :39-41 ]
Sekali-kali tidak!
Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui
(air mani). Maka Aku bersumpah dengan Tuhan yang
memiliki timur dan barat, Sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa. Untuk
mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka, dan Kami
sekali-kali tidak dapat dikalahkan. (Qs. Al-Ma’aarij :39:41)
إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ [سورة الحجر: 9]
"Sesungguh-Nya Kami-lah yang
menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya”. (QS. Al Hijr 15:9)
Ayat-ayat diatas memang
seringkali digunakan oleh para missionaris dalam mencari kelemahan Islam.
Dengan ayat tersebut mereka menyimpulkan bahwa Allah (Tuhan)nya umat Islam
tidak Esa, melainkan jamak (banyak). Karena dalam Al-Qur’an Tuhannya umat Islam
seringkali menggunakan kata ”Kami” untuk menunjukkan dirinya, yang memiliki
arti jamak atau lebih dari satu.
Padahal tuduhan tersebut cukup membuktikan bahwa
mereka sama sekali tidak memahami tentang tata bahasa Arab sedikit pun.
Makna Kata Kami
Dalam tata bahasa Arab, kata نَحْنُ(nahnu) dengan dlamir نَا (na) pada beberapa ayat al-Qur’an diatas, dapat di
gunakan untuk menujukkan makna:”lebih dari satu” atau ”satu,
tapi menunjuk kepada keagungan dan kebesaran Allah”
Artinya disini ada 2 pendekatan makna terhadap kata
نَحْنُ, yakni:
1.
Sebagai mutakallim ma`a Ghoirihi (bermakna banyak atau
sebagai kata ganti orang pertama jamak)
2. Sebagai makna muadz-Dzom
nafsah (yaitu makna untuk menyatakan kebesaran atas diri-Nya),
Nah untuk ayat-ayat dalam al-Qur’an kata nahnu yang
digunakan untuk Allah bermakna muadz-Dzom nafsah (yaitu untuk
menyatakan kebesaran atas diri-Nya), sebagai contoh pada ayat-ayat diatas:
1. إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ artinya “Kami ciptakan mereka” (hal ini
bermakna Allah Maha Pencipta)
2. نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ artinya “Kami
sekali-kali tidak dapat dikalahkan" (maknanya menujukkan bahwa
Allah Maha Kuasa dan tidak tertandingi).
3. وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ artinya “Kami
benar-benar memeliharanya” (Ini menunjukkan bahwa Allah maha
pemelihara)
Selain penjelasan diatas, kita
juga dapat memahami bahwa, Allah menggunakan bentuk
jamak dalam beberapa perbuatan-Nya yang di kisahkan dalam Al-Qur’an, karena
tindakan tersebut secara proses Allah melibatkan makhluk lain, baik itu
malaikat atau pun manusia, seperti contoh beberapa ayat dibawah ini:
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
”Dan tidak Kami mengutus Rasul sebelum kamu..” (Qs.
Al-Furqan : 20.)
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
“Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan...”
(Qs. Al-Hujuraat : 13)
ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِنَّا
”...kemudian apabila Kami berikan kepadanya ni'mat dari
Kami” (Qs. Az-Zumar : 49)
إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguh-Nya Kami-lah yang
menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. Al
Hijr 15:9)
Dari beberapa ayat ini menunjukkan bahwa, dalam mengutus para Rasul dan
menurunkan wahyu serta memberikan nikmat kepada manusia, secara proses hal
tersebut melibatkan para malaikat sebagai pembantu Allah. Begitu pula dalam penciptaan manusia hal ini
melibatkan manusia itu sendiri dan juga malaikat. Manusia disini berperan dalam
mulai dari proses terjadinya pembuahan (bertemu antara sperma laki-laki dan sel
telur), sementara malaikat Allah mewakilkannya untuk menyempurnakan proses
penciptaan tersebut, hingga pada 40 hari yang ketiga Allah mengutus malaikat
untuk meniupkan ruh ke dalam jasad manusia dan mencatat empat ketetapan Allah
dari Lauhil Mahfuzh, ketetapan rezki, amal perbuatan, usia dan nasibnya di akhirat.
Dengan demikian, maka ungkapan خَلَقْنَا (khalaqnaa) sangat tepat untuk menunjukkan
bahwa dalam proses penciptaan manusia, Allah berkuasa untuk mewakilkan kepada
malaikat-Nya. Itulah kekuasaan Allah. Namun hal ini bukan berarti Allah
tidak mampu berbuat sendiri, sehingga perlu mewakilkannya kepada malaikat.
Justru ayat ini menunjukkan ke Maha Kuasaan Allah dalam melakukan segalah hal.
Karena dalam menciptakan sesuatu Allah mampu menciptakan tanpa diwakilkan dan
mampu pula menciptakan melalui perwakilan-Nya. Perhatikan bagaimana Allah
menciptakan langit dan bumi. Dimana dalam penciptaan ini, Allah menciptannya
tanpa perwakilan. Dan Sungguh Allah Maha Berkuasa dalam segala sesuatu.
وَهُوَ الَّذِي خَلَق السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضَ
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi….” (QS.
Huud : 7)
Makna Kata ”Aku dan Tuhan”
فَلَا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ
Artinya: ”Maka Aku bersumpah dengan Tuhan yang
memiliki timur dan barat” (Qs.
Al-Ma’aarij :39:41)
Disini dapat dijelaskan bahwa
kata ”Aku” pada ayat diatas menunjukkan pribadi Allahsubhanahu wata’ala itu
sendiri, sedangkan makna ”birabbil masyaariqi wal-maghaaribi” ini
lebih mengarah kepada kekuasaan Allah.
Mungkin akan timbul pertanyaan
disini mengapa Allah bersumpah dengan kekuasaannya? Nah, perlu diketahui makna
sumpah Allah berbeda dengan sumpah yang sering diucapkan oleh manusia.
Karena sumpah yang Allah ucapkan dengan menggunakan nama sesuatu, menunjukkan
bahwa hal tersebut memiliki keistimewaan yang perlu diperhatikan oleh manusia.
Salah satu contoh:
وَالْعَصْرِ
Artinya: ”Demi Masa (waktu)” (Qs. Al Ashr : 1)
Ini menunjukkan bahwa waktu dalam
Islam begitu penting, makanya sebagai manusia kita harus benar-benar
memperhatikan dan mempergunakan waktu sebaik-baiknya, karena hanya orang-orang
yang merugilah yang tidak dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya. Begitu juga
dengan sumpah-sumpah Allah yang lainnya, disini Allah hendak menegaskan kepada
kita tentang keistimewaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar